Makalah Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan
Tentang
Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Disusun Oleh:
Mutia Hardika
15063044
Dosen Pembimbing : Ulfia Rahmi, S.Pd.,M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015
Kata Penghantar
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji bagi allah
SWT yang telah memberikan kemudahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin penulis tidak akan dapat menyelesaikannya dengan baik.
Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita, yakni baginda
Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang “Kualitas Pendidikan di Indoonesia” yang penulis sajikan berasarkan
pengamatan dari berbagai sumber. Penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ulfia Rahmi,
S.Pd.,M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,
dan kepada pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan
makalah inni.
Penulis menyadari bahwa
banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari
segi materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Padang,
29 Desember 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………...........2
DAFTAR
ISI……………………………………………...………………………….…...….3
BAB
I PENDAHULUAN………………………………………....………………...……….4
BAB
II LANDASAN TEORI...............…………………………....………......…………....6
BAB
III PEMBAHASAN
MATERI..................................................................................7
BAB
IV PENUTUP………………………………….…..…………….............................22
DAFTAR
ISI……………………………………………………………….………………...23
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Secara
fungsional, pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk menyiapkan manusia
menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun
secara kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Hal
ini berarti pendidikan nasional mempunyai tugas untuk menyiapkan sumber daya
manusia yang baik, yang dapat berguna dalam pembangunan dimasa depan. Derap
langkah pembangunan sendiri selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Tetapi,
perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru, yang
sebagiannya tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sebagai konsekuensi logis,
pendidikan selalu dihadapkan pada masalah-masalah baru. Masalah-masalah
tersebut kemudian berdampak kepada kualitas sumber daya manusia dan
pendidikan di Indonesia.
Kualitas
pendidikan di Indonesia sendiri saat ini pantas dikatakan
memperihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang
peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu
komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan
per-kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin
menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102
(1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Survei Badan
Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), pada awal November 2011, yang
merilis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di urutan ke-124 dari
187 negara yang disurvei. IPM Indonesia hanya 0,617, jauh di bawah Malaysia di
posisi 61 dunia dengan angka 0,761.
Selain itu,
terdapat pula Survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), mengenai
kualitas pendidikan di Indonesia yang berada pada urutan ke-12 dari 12 negara
di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The
World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah,
yaitu hanya menduduki urutan ke-30 dari 57 negara yang disurvei di dunia pada
tahun 1996, ke-15(1997), ke-31(1998), ke-37(1999), dank ke-44(2000). Dan masih
menurut survei dari lembaga yang sama yang mengatakan bahwa Indonesia hanya
berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di
dunia. Maka dari itu perlu kiranya kami bahas tentang kualitas pendidikan dan
upaya-upaya peningkatan Kualitas pendidikan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
a. Apa masalah mendasar pendidikan di
Indonesia ?
b. Apa pengertian dari kualitas
pendidikan ?
c. Apa standar dan parameter pendidikan
yang berkualitas?
d.
Apa
ciri-ciri
pendidikan di Indonesia ?
e.
Bagaimana
kualitas
pendidikan di Indonesia saat ini ?
f. Apa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia ?
g.
Bagaimana upaya pemerintah
untuk pemerataan pendidikan di Indonesia ?
h. Bagaimana
upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan ?
C.
TUJUAN
PENELITIAN
a. Mengetahui masalah mendasar pendidikan di Indonesia
b. Mengetahui pengertian dari kualitas
pendidikan.
c. Mengetahui standar dan parameter
pendidikan yang berkualitas
d. Mengetahui ciri – ciri pendidikan di
Indonesia.
e. Memahami keadaan kualitas pendidikan
di Indonesia.
f. Mengetahui penyebab rendahnya
kualitas pendidikan Indonesia.
g.
Mengetahui upaya pemerintah
untuk pendidikan di Indonesia
h. Mengetahui upaya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan.
D.
MANFAAT
PENELITIAN
Manfaat
dari penelitian ini adalah agar dapat mengetahui solusi dari rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
Sebelum kita membahas mengenai
permasalahan–permasalahan pendidikan di Indonesia, sebaiknya kita melihat
definisi dari pendidikan itu sendiri terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu
memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh
Pendidikan Nasional Indonesia, peletak dasar yang kuat pendidkan nasional yang
progresif untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang merumuskan
pengertian pendidikan sebagai berikut :
Pendidikan
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan
batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak
boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan
hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras
dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14)
Dari etimologi dan analisis
pengertian pendidikan di atas, secara singkat pendidikan dapat dirumuskan
sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan
jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.
Pendidikan merupakan proses yang
terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran
martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan
ini) adalah subyek dari pendidikan. Karena merupakan subyek di dalam
pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil
pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan
pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu
diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai
subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang
berpribadi, yang bertanggung jawab.
Hasil dari pendidikan tersebut yang
jelas adalah adanya perubahan pada subyek-subyek pendidikan itu sendiri.
Katakanlah dengan bahasa yang sederhana demikian, ada perubahan dari tidak bisa
menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tetapi perubahan-perubahan
yang terjadi setelah proses pendidikan itu tentu saja tidak sesempit itu.
Karena perubahan-perubahan itu menyangkut aspek perkembangan jasmani dan rohani
juga.
Melalui pendidikan manusia menyadari
hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam
lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan
manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya
itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan
tidak tercerabut dari akar tradisinya.
BAB III
PEMBAHASAN MATERI
A. Masalah
mendasar Pendidikan di Indonesia
Masalah
adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan, dengan kata lain
masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan
dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal.
Sementara
itu, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No. 20 Tahun 2003).
Dalam
perjalanannya menuju tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang tujuan pendidikan nasional yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap
dan mandiri serta rasa tanggung jawab dan kemasyarakatan dan kebangsaan”, Pendidikan di Indonesia dihadapkan kepada
permasalahan-permasalahan yang berdampak kepada kualitas dan mutu pendidikan di
Indonesia.
Masalah
pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia
robot”. Dikatakan demikian karena pendidikan yang diberikan ternyata berat
sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan
keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku
belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang,
yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab
ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan
berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai,
semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali
dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan
istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang
menciptakan manusia siap pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan
tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri
dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa
dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung
industri. Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga
produksi sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut
pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak
lembaga pendidikan.
Masalah
kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau kalau
menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin)
adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan
karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu
apa-apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal
secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan
murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, dimana
pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu
diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung
apa saja yang disampaikan guru.
Jadi
hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model
pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire
mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan merupakan sebuah
anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan
kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.
Yang ketiga,
dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan ini
hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap
zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan
fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia
tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah
kita telah sama-sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung
dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di
Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini
telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang
ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud
anti-Barat kalau hal ini penulis kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak
kita semua untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia
pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana
interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan
kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan
menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal
ini, makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk
direnungkan.
B.
Pengertian Kualitas Pendidikan
Menurut Dahlan Al-Barry, arti kata
dasar kualitas di dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia adalah “kualitet”: “mutu,
baik buruknya barang”. Seperti halnya yang dikutip oleh Quraish Shihab yang
mengartikan kualitas sebagai tingkat baik buruk sesuatu atau mutu sesuatu.
Sedangkan kalau diperhatikan secara
etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan kenaikan tingkatan menuju suatu
perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung makna bobot atau tinggi
rendahnya sesuatu. Jadi dalam hal ini kualitas pendidikan adalah pelaksanaan
pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah
mencapai suatu keberhasilan.
Menurut Supranta kualitas adalah sebuah kata
yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Sebagaimana
yang telah dipaparkan oleh Guets dan Davis dalam bukunya Tjiptono menyatakan
kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Kualitas pendidikan menurut Ace
Suryadi dan H.A.R Tilaar merupakan kemampuan lembaga pendidikan dalam
mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar
seoptimal mungkin.
Di dalam konteks pendidikan,
pengertian kualitas atau mutu dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan
hasil pendidikan. Dari konteks “proses” pendidikan yang berkualitas terlibat
berbagai input (seperti bahan ajar: kognitif, afektif dan, psikomotorik),
metodologi (yang bervariasi sesuai dengan kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan
administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan
suasana yang kondusif. Dengan adanya manajemen sekolah, dukungan kelas
berfungsi mensingkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua
komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar, baik antara guru, siswa dan
sarana pendukung di kelas atau di luar kelas, baik dalam konteks kurikuler
maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkungan substansi yang akademis maupun
yang non akademis dalam suasana yang mendukung proses belajar pembelajaran.
Kualitas dalam konteks “hasil”
pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi yang dicapai oleh sekolah pada
setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau
5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student
achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis, misalnya ulangan umum,
EBTA atau UN. Dapat pula prestasi dibidang lain seperti di suatu cabang olah
raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu. Bahkan prestasi sekolah dapat
berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin,
keakraban, saling menghormati, kebersihan dan sebagainya. Selain itu kualitas
pendidikan merupakan kemampuan sistem pendidikan dasar, baik dari segi
pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan secara efektif
untuk meningkatkan nilai tambah dan factor-faktor input agar menghasilkan
output yang setinggi-tingginya.
Jadi pendidikan yang berkualitas
adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dasar
untuk belajar, sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam
pembaharuan dan perubahan dengan cara memberdayakan sumber-sumber pendidikan
secara optimal melalui pembelajaran yang baik dan kondusif. Pendidikan atau
sekolah yang berkualitas disebut juga sekolah yang berprestasi, sekolah yang
baik atau sekolah yang sukses, sekolah yang efektif dan sekolah yang unggul.
Sekolah yang unggul dan bermutu itu adalah sekolah yang mampu bersaing dengan
siswa di luar sekolah. Juga memiliki akar budaya serta nilai-nilai etika moral
(akhlak) yang baik dan kuat.
Pendidikan yang berkualitas adalah
pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang akan
dihadapi sekarang dan masa yang akan datang. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
kualitas atau mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga dan sistem pendidikan
dalam memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang
sesuai dengan harapan atau tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang
efektif.
Pendidikan yang berkualitas adalah
pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, yaitu lulusan yang
memilki prestasi akademik dan non-akademik yang mampu menjadi pelopor pembaruan
dan perubahan sehingga mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang
dihadapinya, baik di masa sekarang atau di masa yang akan datang (harapan
bangsa).
C. Standar dan Parameter Pendidikan
Yang Berkualitas
Standar / parameter adalah ukuran
atau barometer yang digunakan untuk menilai atau mengukur sesuatu hal. Ini
menjadi penting untuk kita ketahui, apalagi dalam rangka mewujudkan suatu
pendidikan yang berkualitas. Kalau kita mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP.)
No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional
pendidikan diatas, ada delapan (8) hal yang harus diperhatikan untuk mewujudkan
pendidikan yang berkualitas, yaitu :
a.
Standar isi,
adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata
pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
b. Standar proses, adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan
pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
c. Standar pendidik dan tenaga
kependidikan, adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun
mental, serta pendidikan dalam jabatan.
d. Standar sarana dan prasarana, adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang
ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi,
serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
e. Standar pengelolaan, adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
provinsi, atau nasional, agar tercapai efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.
f. Standar pembiayaan, adalah standar
yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang
berlaku selam satu tahun.
g. Standar penilaian pendidikan, adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Standar
nasional pendidikan ini berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan, pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu. Juga bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat. Salah satu standar diatas yang paling penting untuk diperhatikan
yaitu standar pendidik dan kependidikan. Dimana seorang pendidik harus memiliki
kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan anak usia dini, yaitu : kompetensi peadagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional,
dan kompetensi sosial.
Ada empat
(4) standar kualitas pendidikan dalam urutan prioritasnya adalah sebagai
berikut :
1. (Teacher)
Mutu
pendidikan amat ditentukan kualitas dan komitmen seorang guru. Profesi guru
menjadi tidak menarik di banyak daerah karena tidak menjanjikan kesejahteraan
finansial dan penghargaan profesional. Oleh karena itu, dengan dirumuskannya
jenjang profesionalitas yang jelas, maka kualitas guru-guru dapat dijaga dengan
baik. Tentunya hal ini juga berkaitan dengan penghargaan profesionalitas yang
didapat dalam setiap jenjang tersebut.
Guru juga
harus bertanggung jawab dalam membangun atmosfer akademik di dalam kelas.
Atmosfer ini sebenarnya bertujuan untuk membentuk karakter siswa terutama
berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap ilmiah dan kreatif.
Guru perlu menekankan nilai-nilai inti yang berhubungan dengan pengembangan
sikap ilmiah dan kreatif dalam setiap tugas yang diberikan kepada siswanya,
dalam membimbing siswa memecahkan suatu persoalan atau juga dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari siswa. Untuk dapat mengajar secara efektif, maka
guru-guru akan ditraining secara kontinyu (bukan hanya sekali saja) dan
terutama akan dibekali pengetahuan tentang cara mengajar yang baik dan
bagaimana cara menilai yang efektif. Sehingga diharapkan guru tersebut dapat
mengembangkan cara mengajarnya sendiri, dapat meningkatkan pengetahuan mereka sendiri
dan juga dapat berkolaborasi dengan guru yang lain.
2. Kurikulum
(Curriculum)
Kurikulum di
sini bukan sekedar kumpulan aktivitas saja, ia harus koheren antara aktivitas
yang satu dengan yang lain. Dalam kurikulum, juga harus diperhatikan bagaimana
menjaga agar materi-materi yang diberikan dapat menantang siswa sehingga tidak
membuat mereka merasa bosan dengan pengulangan-pengulangan materi saja. Tentu
saja hal ini bukan berarti mengubah-ubah topik yang ada tetapi lebih kepada
penggunaan berbagai alternatif cara pembelajaran untuk memperdalam suatu topik
atau mengaplikasikan suatu topik pada berbagai masalah riil yang relevan.
Kurikulum
juga harus memuat secara jelas mengenai cara pembelajaran (learning) dan cara
penilaian (assesment) yang digunakan di dalam kelas. Cara pembelajaran yang
dijalankan harus membuat siswa memahami dengan benar mengenai hal-hal yang
mendasar. Pemahaman ini bukan hanya berdasarkan hasil dari pengajaran satu arah
dari guru ke siswa, tetapi lebih merupakan pemahaman yang muncul dari keaktifan
siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan merangkai pengalaman
pembelajaran di kelas dan pengetahuan yang telah dimilikinya sebelumnya.
3. Atmosfer
Akademik (Academic Atmosphere)
Atmosfer
akademik bertujuan untuk membentuk karakter siswa terutama berkaitan dengan
nilai-nilai akademik utama yaitu sikap ilmiah dan kreatif. Atmosfer ini
dibangun dari interaksi antar siswa, dari interaksi antara siswa dengan guru,
interaksi dengan orang tua siswa dan juga suasana lingkungan fisik yang diciptakan.
Guru memegang peran sentral dalam membangun atmosfer akademik ini dalam
kegiatan pengajarannya di kelas dan berlaku untuk semua yang terlibat dalam
sistem pendidikan.
Pertanyaan
selanjutnya adalah bagaimana membangun sikap ilmiah dan kreatif ini dalam
kegiatan operasional pendidikan sehari-harinya? Untuk ini kita perlu menyadari
nilai-nilai inti yang harus ditanamkan ke semua komponen yang terlibat dalam
kegiatan pendidikan yang diselenggarakan. Sikap ilmiah yang dimaksud adalah
sikap yang menghargai hasil-hasil intelektual baik yang berasal dari dirinya
sendiri maupun orang lain, disamping kritis dalam menerima hasil-hasil
intelektual tersebut. Sedangkan sikap kreatif disini mempunyai maksud sikap
untuk terus-menerus mengembangkan kemampuan memecahkan soal dan mengembangkan
pengetahuan secara mandiri.
Untuk
membangun Sikap Ilmiah perlu ditanamkan nilai kejujuran (honesty), dan nilai
kekritisan (skeptics). Sedangkan untuk membangun sikap kreatif perlu ditanamkan
nilai ketekunan (perseverence), dan nilai keingintahuan (curiosity).
Selanjutnya
nilai-nilai inti ini perlu diterjemahkan dalam berbagai kode etik yang menjadi
pedoman dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-hari, seperti larangan
keras mencontek, dorongan untuk mengemukakan pendapat dan bertanya, penghargaan
atas perbedaan pendapat, penghargaan atas kerja keras, dorongan untuk
memecahkan soal sendiri, keterbukaan untuk dikoreksi dan seterusnya.
Aktivitas-aktivitas ini selanjutnya harus dilakukan setiap hari dan terus
dipantau perkembangan oleh mereka yang diberi kewenangan penuh.
4. Sumber
Keilmuan (Academic Resource)
Sumber
Keilmuan disini adalah berupa prasarana dalam kegiatan pengajaran, yaitu buku,
alat peraga dan teknologi. Semua hal ini harus dapat dieksploitasi dengan baik
untuk mendukung setiap proses pengajaran dan juga dalam membangun atmosfer
akademik yang hendak diciptakan. Apalagi pengajaran menganut pendekatan yang
kongkrit, maka guru harus dapat menggunakan hal-hal yang umum disekitar kita
seperti: mata uang dan jam, sebagai alat peraga.
Indonesia
yang relatif mahal di penduduk Indonesia yang hidup dalam kemiskinan membuat
pendidikan itu tidak merata dikalangan masyarakat miskin. Pemerintah telah
melakukan upaya menanggulangi ketidakmerataan pendidikan ini dengan cara Wajib
Belajar Sembilan Tahun pemberian beasiswa-beasiswa bagi masyarakat yang kurang
mampu atau miskin, kemudian memberikan Bantuan Dana Operasional (BOS). Walaupun
sudah diadakan sekolah gratis,Bantuan Dana Operasional (BOS), ataupun alokasi
dana BBM, namun bantuan yang diberikan belum merata. Masih banyak masyarakat
miskin yang tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan, padahal
seluruh rakyat berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
D. Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia
Cara
melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan
pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah
pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui
pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui
ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di
asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui
radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu
akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa. Pengembangan pikiran
sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi
melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para
siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah,
menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
E.
Kualitas Pendidikan di
Indonesia
Seperti yang
telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini
terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru
tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada
siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi
guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali
guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain
berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai
pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini
dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur
mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun. Sarana pembelajaran juga
turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi
penduduk di daerah terbelakang.
Namun, bagi
penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan
yang benar-benar dipakai untuk hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang
menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada
umumnya, antara lain guru dan sekolah. Presiden sempat memaparkan beberapa
langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
a.
Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni
meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di
Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
b.
Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam
akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.
c.
Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan
meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata
kelulusan dalam ujian nasional.
d.
Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis
pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan
tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
e.
Langkah kelima, pemerintah berencana membangun
infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
f.
Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran
pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
g.
Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi
dalam aplikasi pendidikan.
h.
Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin
untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.
F. Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Di bawah ini
akan dijelaskan salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia
secara umum, yaitu kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan.
Pemerataan
pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara sedang
berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa
pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa, seiring juga
dengan berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan Pendidikan
Nasional Muhammad Nuh menyatakan, salah satu paradigma yang harus di hapuskan
adalah wajib belajar sembilan tahun agar menjadi hak belajar sembilan tahun. “masyarakat
punya hak untuk menuntaskan sembilan tahun pendidikan. Kalau itu menjadi hak,
maka negara harus menyiapkan seluruh sarana dan prasarana. Semua bisa
menuntut pendidikan sembilan tahun,” katanya saat membuka Rembuk Nasional
Pendidikan 2010.
Peningkatan
pemerataan pendidikan, diutamakan bagi kelompok masyarakat miskin yang
berjumlah sekitar 38,4 juta atau 17,6 persen dari total penduduk. Problem
mereka,kemiskinan menjadi hambatan utama dalam mendapatkan akses pendidikan.
Selain itu,daerah-daerah di luar Jawa yang masih tertinggal juga harus mendapat
perhatian guna mencegah munculnya kecemburuan sosial.Pemerataan pendidikan di
Indonesia merupakan masalah yang sangat rumit.Ketidakmerataan pendidikan di
Indonesia ini terjadi pada lapisan masyarakat miskin. Faktor yang mempengaruhi
ketidakmerataan ini disebabkan oleh faktor finansial atau keuangan Semakin
tinggi tingkat pendidikan, semakin mahal biaya yang dikeluarkan oleh individu.
Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar masyarakatnya hidup
pada taraf yang tidak berkecukupan.
Akses tempat
tinggal pun dapat menjadi factor rendahnya pendidikan masyarakat miskin.
Masyarakat miskin yang biasanya bertempattinggal di desa-desa memiliki akses
masuk ke dalam masyarakt miskinpun perekonomian menjadi lebih baik. Disini
terlihat dari Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah namun Sumber Daya Manusia
(SDM) tidak mamapu mengelola SDA yang melimpah kurang dimanfaatkan sebaik
mungkin. Tidak hanya ditekankan pendidikan formal saja untuk dapat mengelola
SDA, bisa saja pelatihan diselenggarakan pemerintah untuk warga miskin agar
mungkin dapat memajukan dan membangun perekonomian. Fenomena yang ada di
Indonesia cukup ironis. Banyaknya lulusan sekolah tingkat menengah dan
perguruan tinggi setiap tahunnya, ternyata tidak sebanding dengan lowongan
pekerjaan yang disediakan. Hal itu jelas menambah jumlah pengangguran di
Indonesia.
Bahkan angka
pengangguran mencapai 9,5% per tahun. Untuk menuju pemerataan pendidikan yang
efektif dan menyeluruh, kita perlu mengetahui beberapa permasalahan mendasar
yang dihadapi sektor pendidikan kita. Permasalahan itu antara lain
mengenaiketerbatasan daya tampung, kerusakan sarana prasarana, kurangnya tenaga
pengajar, proses pembelajaran yang konvensional, dan keterbatasan anggaran.
Pengaruh pendidikan masyarakat miskin menjadi rendah.Pemerataan pendidikan
merupakan amanat dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB
III Pasal 4 tentang Prinsip Penyelengaraan pendidikan yang berbunyi :
“Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural dan kemajemukan bangsa”.Hal ini juga tercantum dalam BAB IV
pasal 5 bagian Kesatu tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara yang berbunyi.
1)
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu.
2)
Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
3)
Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang
serta masyarakat adat yangterpencil berhak memperoleh pendidikan layanan
khusus.
Dalam
menjalankan fungsinya sebagai wahana untuk memajukan bangsa dan kebudayaan
nasional diharapkan menyediakan kesempatan yang seluas warga Negara Indonesia
untuk memperoleh pendidikan. Pemerataan pendidikan adalah bagaimana sistem
pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya untuk seluruh warga
Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi
pembangunan sumber daya manusia unuk menunjang pembangunan. Oleh karena itu,
dengan melihat tujuan yang terkadung di dalam upaya pemerataan pendidikan
tersebut untuk menyiapkan masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam
pembangunan seharusnya juga mulai diperhatiakan bagaimana peningkatan
mutunya.Mutu pendidikan dilakukan pertama oleh setiap institusi pendidikan yang
selanjutnya dilakukan oleh lembaga pemakai keluarannya. Jika tujuan pendidikan
nasional dijadikan sebagai kriteria maka pertanyaannya adalah : apakah keluaran
dari setiap institusi pendidikan menjadikan pribadi yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa,mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertangung jawab? Pengalaman adalah guru yang terbaik. Kebijakan yang
tidak seimbang antara pemerataan dan mutu pendidikan telah membawa dampak
negatif roboh di mana-mana seperti tawuran antarpelajar di berbagai kota dan
profesionalisme guru yang rendah merupakan dampak negatif yang dapat kita
rasakan.
Dalam kaitan
tersebut, mutu pendidikan seharusnya menjadi tujuan akhir semua strategi
pemerataan pendidikan, relevansi, dan manajemen pendidikan. Artinya, semua
strategi pembangunan pendidikan harus berorientasi kepada mutu pendidikan.
Pemerataan pendidikan harus tetap berorientasi pada mutu pendidikan. Relevansi
dan manajemen pendidikan tidak lain juga harus berorientasi kepada mutu
pendidikan. Maka lahirlah istilah yang disebut pemerataan pendidikan yang
bermutu, relevansi pendidikan yang bermutu, dan manajemen pendidikan yang
bermutu. Dengan kata lain, semua strategi pembangunan pendidikan harus
diarahkan untuk mencapai pendidikan yang bermutu.
G.
Upaya Pemerintah untuk
Pemerataan Pendidikan di Indonesia
Merujuk UUD
1945 pasal 31 ayat 4, negara memiliki kewajiban untuk mengatasi rendahnya
kemampuan sebagian masyarakat dalam membiayai pendidikan. Namun UUD ’45
ternyata bukanlah landasan konstitusi yang dapat memaksa pemerintah untuk
melaksanakan amanatnya. Pada kenyataannya, alokasi APBN pada bidang pendidikan
masih saja pada bilangan yang sangat jauh dari ketentuan. Ironisnya biaya
pendidikan semakin melambung tinggi tanpa mampu dikendalikan bahkan oleh
pemerintahsekalipun. Tentu saja hal ini semakin memupuskan harapan rakyat
miskin untuk mampu menjamah pendidikan yang layak dan berkualitas. Padahal
pendidikan adalah hak mendasar dari setiap warga negara dalam rangka
memperbaiki masa depan hidup generasi bangsa.
Dengan
seiring berjalannya waktu, mengingat bahwa pendidikan itu sangat penting karena
merupakan faktor yang menunjang kemajuan suatu negara, maka dewasa ini
pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan tingkat pendidikan
masyarakatnya, hal itu dapat dilihat sejak tahun 1984, Indonesia telah berupaya
untuk memeratakan pendidikan formal Sekolah Dasar, kemudian dilanjutkan dengan
Wajib Belajar Sembilan Tahun pada tahun 1994. Selain itu, pemerintah semakin
intensif untuk memberikan bantuan berupa beasiswa,seperti Gerakan Orang Tua
Asuh, Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pengalihan
alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah yang sebagian
diperuntukkan bagi sektor pendidikan dan kesehatan mungkin bisa menjadi
penghibur meski pada dasarnya, pendanaan sektor pendidikan seharusnya tidak
mempersyaratkan naiknya harga BBM. Dari dana kompensasi bidang pendidikan
direncanakan terdistribusi dalam bentuk beasiswa. Sekitar 9,6 juta anak kurang
mampu usia sekolah menjadi sasaran dariprogram alokasi ini. Pada tahun 2003,
setidaknya 1 dari 4 penduduk Indonesia termasukmiskin.
Jika total
penduduk Indonesia adalah sekitar 220 juta jiwa, maka berarti ada sekitar 60
juta jiwa saudara kita yang dalam kategori miskin. Artinya, apa yang sekarang sedang
direncanakan pemerintah sangat mungkin belum dapat menjangkau semua rakyat
miskin. Memang dibutuhkan cukup waktu untuk sampai ke situ. Namun yang jelas
awal menuju ke arah itu telah dimulai. Dalam konteks ini sebaiknya dibuat suatu
kriteria siapa yang mendapatkan bantuan, dan siapa saja yang bisa menunggu
giliran berikutnya. Kriteria itu penting agar keputusan seleksi tidak sampai
menimbulkan gejolak di masyarakat bawah. Oleh karena itu, proses seleksi
seharusnya benar didasarkan oleh data lapangan yang seakurat mungkin. Terlebih,
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap praktik distribusi anggaran yang
dilakukan pemerintah sering titik rendah.Pemerataan pendidikan merupakan hal
yang sangat penting dalam menunjang pembangunan Negara.
Pemerataan
pendidikan ini belum dilakukan secara merata terutama dikalangan masyarakat
miskin. Pendidikan di Indonesia yang relatif mahal di penduduk Indonesia yang
hidup dalam kemiskinan membuat pendidikan itu tidak merata dikalangan
masyarakat miskin. Pemerintah telah melakukan upaya menanggulangi
ketidakmerataan pendidikan ini dengan cara Wajib Belajar Sembilan Tahun
pemberian beasiswa-beasiswa bagi masyarakat yang kurang mampu atau miskin,
kemudian memberikan Bantuan Dana Operasional (BOS). Walaupun sudah diadakan
sekolah gratis,Bantuan Dana Operasional (BOS), ataupun alokasi dana BBM, namun
bantuan yang diberikan belum merata. Masih banyak masyarakat miskin yang tidak
mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan, padahal seluruh rakyat berhak
mendapatkan pendidikan yang layak.
H. Upaya
Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan
a) Peningkatan
Kualitas Guru
Guru yang memiliki posisi yang sangat penting dan
strategi dalam pengembangan potensi yang dimiliki peerta didik. Pada diri
gurulah kejayaan dan keselamatan masa depan bangsa dengan penanaman nilai-nilai
dasar yang luhur sebagai cita-cita pendidikan nasional dengan membentuk
kepribadian sejahtera lahir dan bathin, yang ditempuh melalui pendidikan agama
dan pendidikan umum. Oleh karena itu harus mampu mendidik diperbagai hal, agar
ia menjadi seorang pendidik yang proposional. Sehingga mampu mendidik peserta
didik dalam kreativitas dan kehidupan sehari-harinya. Untuk meningkatkan
profesionalisme pendidik dalam pembelajaran, perlu ditingkatkan melalui
cara-cara sebagai berikut:
1. Mengikuti Penataran
Menurut para ahli bahwa penataran adalah semua usaha
pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan keahlian guru menyelarasikan
pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan kemajuan dan perkembangan
ilmu pengetahuan dalam bidang-bidang masing-masing. Sedangkan kegiatan penataran
itu sendiri di tujukan untuk mempertinggi mutu petugas sebagai profesinya
masing-masing, meningkatkan efesiensi kerja menuju arah tercapainya hasil yang
optimal, mengembangkan kegairahan kerja dan peningkatan kesejahteraan.
Jadi penataran itu dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja,
keahlian dan peningkatan terutama pendidikan untuk menghadapi arus globaliasi.
2. Mengikuti Kursus-Kursus Pendidikan
Hal ini akan
menambah wawasan, adapun kursus-kursus biasanya meliputi pendidikan arab dan
inggris serta computer.
3. Memperbanyak Membaca
Menjadi guru professional tidak hanya menguasai atau membaca dan hanya
berpedoman pada satu atau beberapa buku saja, guru yang berprofesional haruslah
banyak membaca berbagai macam buku untuk menambah bahan materi yang akan
disampaikan sehingga sebagai pendidik tidak akan kekurangab
pengetahuan-pengetahuan dan informasi-informasi yang muncul dan berkembang di
dalam mayarakat.
4. Mengadakan Kunjungan Kesekolah Lain (studi
komperatif)
Suatu hal yang sangat penting seorang guru mengadakan kunjungan antar
sekolah sehingga akan menambah wawasan pengetahuan, bertukar pikiran dan
informasi tentang kemajuan sekolah. Ini akan menambah dan melengkapi
pengetahuan yang dimilikinya serta mengatai permasalahan-permasalahan dan
kekurangan yang terjadi sehingga peningkatan pendidikan akan bisa tercapai
dengan cepat.
5. Mengadakan Hubungan Dengan Wali
Siswa
Mengadakan pertemuan dengan wali siswa sangatlah penting sekali, karena
dengan ini guru dan orang tua akan dapat saling berkomunikasi, mengetahui dan
menjaga peserta didik serta bisa mengarahkan pada perbuatan yang positif.
Karena jam pendidikan yang diberikan di sekolah lebih sedikit apabila
dibandingkan jam pendidikan di dalam keluarga.
b)
Peningkatan Materi
Dalam rangka
peningkatan pendidikan maka peningkatan materi perlu sekali mendapat perhatian
karena dengan lengkapnya meteri yang diberikan tentu akan menambah lebih luas
akan pengetahuan. Hal ini akan memungkinkan peserta didik dalam menjalankan dan
mengamalkan pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik dan benar. Materi yang
disampaikan pendidik harus mampu menjabarkan sesuai yang tercantum dalam
kurikulum. Pendidik harus menguasai materi dengan ditambah bahan atau sumber lain
yang berkaitan dan lebih actual dan hangat. Sehingga peserta didik tertarik dan
termotivasi mempelajari pelajaran.
c) Peningkatan
dalam Pemakaian Metode
Metode merupakan alat yang dipakai untuk mencapai tujuan, maka sebagai
salah satu indicator dalam peningkatan kualitas pendidikan perlu adanya
peningkatan dalam pemakaian metode. Yang dimakud dengan peningkatan metode
disini, bukanlah menciptakan atau membuat metode baru, akan tetapi bagaimana
caranya penerapannya atau penggunaanya yang sesuai dengan materi yang
disajikan, sehingga mmperoleh hasil yang memuaskan dalam proses belajar
mengajar. Pemakaian metode ini hendaknya bervariasi sesuai dengan materi yang
akan disampaikan sehingga peserta didik tidak akan merasa bosan dan jenuh atau
monoton. Untuk itulah dalam penyampaian metode pendidik harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1) Selalu berorientasi pada tujuan
2) Tidak hanya terikat pada suatu alternatif saja
3) Mempergunakan berbagai metode sebagai suatu kombinasi, misalnya: metode
ceramah dengan tanya jawab.
Jadi usaha tersebut merupakan upaya meningkatkan kualitas pendidikan pada
peserta didik diera yang emakin modern.
d) Peningkatan Sarana
Sarana adalah alat atau metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka
meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara pendidik dan
peserta didik dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Dari segi
sarana tersebut perlu diperhatikan adanya usaha meningkatkan sebagai berikut:
1) Mengerti secara mendalam tentang fungsi atau kegunaan media pendidikan
2) Mengerti pengunaan media pendidikan secara tepat dalam interaksi belaja
mengajar
3) Pembuatan media harus sederhana dan mudah
4) Memilih media yang tepat sesuai dengan tujuan dan isi materi yang akan
diajarkan.
Semua sekolah meliputi peralatan dan perlengkapan tentang sarana dan
prasarana, ini dijelaskan dalam buku “Admitrasi Pendidikan” yang disusun oleh
Tim Dosen IP IKIP Malang menjelaskan: sarana sekolah meliputi semua peralatan
serta perlengkapan yang langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah,
contoh: gedung sekolah (school building), ruangan meja, kursi, alat peraga, dan
lain-lainnya. Sedangkan prasarana merupakan semua komponen yang secara tidak
langung menunjang jalannya proses belajar mngajar atau pendidikan di sekolah,
sebagai contoh: jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib sekolah dan
semuanya yang berkenaan dengan sekolah.
e) Peningkatan
Kualitas Belajar
Dalam setiap proses belajar mengajar yang dialami peserta didik selamanya
lancar seperti yang diharapkan, kadang-kadang mengalami kesulitan atau hambatan
dalam belajar. Kendala tersebut perlu diatasi dengan berbagai usaha sebagai
berikut:
1) Memberi Rangsangan
Minat
belajar seseorang berhubungan dengan perasaan seseorang. Pendidikan harus
menggunakan metode yang sesuai sehingga merangsang minat untuk belajar dan
mempelajari baik dari segi bahasa maupun mimic dari wajah dengan memvariasikan
setiap metode yang dipakai. Dari sini menimbulkan yang namanya cinta terhadap
bidang studi, sebab pendidik mampu memberikan ransangan terhadap peserta didik
untuk belajar, karena yang disajikan benar-benar mengenai atau mengarah pada
diri peserta didik yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya
setelah peserta didik terangsang terhadap pendidikan maka pendidik tinggal
memberikan motivasi secara kontinew. Oleh karena itu pendidik atau lembaga
tinggal memberikan atau menyediakan sarana dan prasarana saja, sehingga peserta
didik dapat menerima pengalaman yang dapat menyenangkan hati para peserta didik
sehingga menjadikan peserta didik belajar semangat.
2) Memberikan Motivasi Belajar
Motivasi
adalah sebagai pendorong peserta didik yang berguna untuk menumbuhkan dan
menggerakkan bakat peserta didik secara integral dalam dunia belajar, yaitu
dengan diambil dari sisitem nilai hidup peserta didik dan ditujukan kepada
penjelasan tugas-tugas.
Motivasi
merupakan daya penggerak yang besar dalam proses belajar mengajar, motivasi
yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa:
a. Memberikan penghargaan.
Usaha-usaha
meyenangkan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi yang bagus,
baik berupa kata-kata, benda, simbul atau berupa angka (nilai). Penghargaan ini
bertujuan agar peserta didik selalu termotivasi untuk lebih giat belajar dan
mampu bersaing dengan teman-temannya secara sehat, karena dengan itu pendidik
akan mudah meningkatkan kualita pendidikan.
b. Memberikan hukuman.
Pemberian
hukuman ini bersifat mendidik artinya bentuk hukuman itu sendiri berkaitan
dengan pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan.
c. Mengadakan kompetisi dan lomba.
Pengadaan
ini dipergunakan untuk meningkatkan prestasi peserta didik untuk membantu
peserta didik dalam pembentukan mental yang tangguh selain pembentukan
pengetahuan.untuk membantu proses pengajaran yang selalu dimulai dari hal-hal
yang nyata bagi siswa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita
masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah
pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang
profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU pendidikan kacau.
Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk.
Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran
pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten. Penyelesaian
masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi
harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita
tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja,
jika kualitas sumber daya manusia dan mutu pendidikan di indonesia masih
rendah. Masalah penyelenggaraan wajib belajar sembilan tahun sejatinya masih
menjadi PR besar bagi kita.
Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di
daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai.
Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan
anak-anak indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka
menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak
ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari
masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era
global.
B. Saran
Perkembangan
dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem
pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam
segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar
tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan
kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan
meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan
semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat
dalam segala bidang di dunia internasional.
Daftar Pustaka