Pages

Rabu, 11 November 2015

Macam-Macam Genre dan Istilah dalam Anime

Berikut adalah macam-macam istilah dalam anime, jenis dan genre anime yang harus kalian tahu ^^
Bishoujo
Anime/manga yang dibuat khusus untuk para cowok dewasa. Kebanyakan tokoh-tokoh dalam anime/manga tersebut adalah cewek-cewek cantik.
Bishounen
Anime/manga untuk para cewek/wanita. Tokoh dalam anime/manga tersebut kebanyakan adalah cowok-cowok cakep. [misal : perfect girl evolution dll]
Harem
Genre anime/manga dimana seorang tokoh cowok dikelilingi oleh banyak tokoh cewek. [misal Ichigo 100%, aoi yori aoshi dll]
Mecha
Anime/manga yang berunsur robot & perang. Awalnya diperuntukan untuk shonen tapi shojo sudah mengambil bagiannya juga. (misal : gundam series dll)
Magical Girl
Anime/manga yang berunsur sihir dengar main chara shoujo. [misal : sailormoon, cardcaptor sakura dll]
Sentai
Anime/manga yang berunsur militer, biasanya menceritakan sejarah yang nyata seperti PD I & PD II. [termasuk group shonen]
Senshi
Unsurnya sama dengan sentai namun lebih sering dipakai untuk group shoujo.
Shoujo-ai
Anime/manga yang bertemakan girl relationship alias hubungan cewek dan cewek, hanya sebatas teman dekat [intim], tapi tidak sampai pada taraf seksual.
Shonen-ai
Anime/manga yang bertemakan boy relationship, atau hubungan cowok dan cowok, tidak sampai taraf seksual.
Yuri
Anime/manga yang bertemakan cewek X cewek [tingkat atas genre shoujo ai] yang berakhir dengan hubungan seksual.
Yaoi
Anime/Manga yang bertemakan cowok X cowok [tingkat tinggi dari genre shonen-ai], yang berakhir dengan hubungan seksual. Genre ini digemari oleh para cewek dan sebagian besar mangakanya adalah perempuan. Sebutan untuk cewek penyuka genre ini yaitu fujoshi, sedangkan untuk cowok fudanshi.
Ecchi
Menunjukan sedikit konten vulgar. Ecchi merupakan lafalan bahasa Jepang pada huruf roman 'H' dan H ini mewakili huruf pertama Hentai, namun Ecchi tidak sampai pada tahap seksual.
Hentai
Anime/manga genre tingkat atas Ecchi yang berakhir dengan hubungan seksual.
Anime
[dibaca a-ni-me bukan anim] yaitu animasi khas Jepang singkatan dari animeshon [pelafalan orang Jepang untuk animation].Yang biasa dicirikan dengan gambar-gambar bergerak yang berwarna warni yang menampilkan tokoh-tokoh dalam berbagai macam lokasi dan cerita yang ditujukan pada beragam jenis penonton. Anime dipengaruhi gaya gambar manga.
Cosplay
[costum play] atau disebut juga cosu. Suatu acara dimana para fans anime berkreasi dengan kostum yang mereka kenakan. Kostum tersebut bisa mereka curi modelnya dari karakter anime/manga. Orang yang melakukan cosu disebut cosplayer.
Chara
Karakter/tokoh yang ada dalam anime [chara–>character]
Doujinshi
Semacam fanart, yaitu membuat cerita sendiri dengan karakter dari anime/manga yang sudah ada atau populer.
Fanservice
Adegan yang sengaja dibuat oleh sang mangaka untuk menyenangkan atau menyegarkan pikiran para penggemar dan umumnya FS itu berbau ero.
Fanart
Karya para fans berupa gambar chara yang mereka inspirasi dari anime/manga favorit mereka.
Fanfic
Cerita karangan dari fans yang menggunakan tokoh/karakter ataupun modifikasi cerita dari sebuah anime/manga. [singkatan dari fanfiction]
Figure
Boneka berbentuk tokoh anime/game/manga.
Fujoshi
Sebutan untuk cewek-cewek yang menggemari anime/manga bergenre shonen ai atau yaoi.
Fudanshi
Sebutan untuk cowok-cowok yang menggemari anime/manga bergenre shonen ai atau yaoi [bahaya nih..haha]
Manga
[dibaca man-ga/ma-ng-ga] merupakan komik dalam bahasa Jepang, diluar Jepang kata tersebut digunakan khusus untuk membicarakan tentang komik Jepang.
Mangaka
[dibaca man-ga-ka/ma-ng-ga-ka] adalah orang yang menggambar manga, disebut juga komikus kalau di Indonesia.
Otaku
Sebutan untuk orang-orang yang freak terhadap sesuatu [anime, manga, game]
Lolicon
Orang dewasa [pria] yang menyukai anak kecil perempuan.
Shotacon
Orang dewasa [wanita] yang menyukai anak kecil laki-laki.
OAV/OVA
[Original Video Animation], format dari anime yang tidak ditayangkan di TV, yaitu dalam format video yang dijual bebas di pasaran.
SD
Super Deformed, istilah yang digunakan dalam penggambaran karakter anime/manga dengan size kerdil, tetapi proporsi tubuh tetap pas.
Chibi
Berbeda dg SD, untuk istilah chibi lebih mendekati kesan imut/cute .Perbedaannya hampir tipis dg SD. Pada chibi proporsi ukuran kepala lebih besar ketimbang badan. Biasanya digunakan untuk adegan Joke.
Tankoubon
Istilah dalam bahasa Jepang untuk menyebut terbitan manga dalam bentuk monograf.
Seiyuu
Dalam bahasa Indonesia disebut pengisi suara atau biasa disebut dubber.
Ero
Hal-hal yang berbau erotisme.
Yaoi
[singkatan dari yama-nashi Ochi-nasi Imi-nashi) istilah lainnya Boys Love/Shonen Ai. Istilah untuk anime/manga berbau homoseksual.
Yuri
Istilah lainnya Shoujo Ai, kebalikan dari Yaoi, yaitu istilah untuk anime/manga berbau lesbi.
Uke
Berasal dari kata kerja ukeru [menerima]. Istilah yang digunakan untuk pair di anime/manga bergenre yuri/yaoi.
Seme
Berasal dari kata kerja semeru [menyerang]
Seke
[seme-uke] si tokoh bisa jadi seme maupun uke.
Fukidashi
Balon teks pada manga
Omake
Bonus berupa cerita pendek/kumpulan gambar manga.
Action
Sebuah karya yang biasanya menggambarkan perkelahian, kekerasan, kekacauan, dan gerakan-gerakan cepat.
Adult
Sebuah karya yang isinya hanya cocok untuk orang dewasa. Judul-judul yang masuk ke dalam kategori ini biasanya berisi banyak adegan kekerasan yang intens, dan atau gambar-gambar seksual serta ketelanjangan.
Adventure
Apabila seorang karakter melakukan sebuah perjalanan yang panjang untuk satu dan lain hal, itu adalah pertanda judul yang anda pilih adalah anime atau manga petualangan.
Comedy
Karya dramatis yang ringan dan seringkali humoris, mengandung sebuah resolusi, pemecahan masalah, atau kesimpulan yang bahagia akan sebuah konflik.
Drama
Karya yang dimaksudkan untuk menarik keluar respons emosional dari pembaca, seperti rasa sedih atau ketegangan.
Fantasy
Karya apapun yang memasukkan unsur sihir, dunia impian, dan dongeng atau legenda.
Gender Bender
Wanita berpenampilan dan berpakaian seperti pria, begitu juga sebaliknya. Atau mungkin kasus lainnya adalah wanita berubah menjadi pria, dan sebaliknya.
Historical
Karya-karya yang berbau sejarah.
Horror
Karya yang dipenuhi oleh emosi-emosi seperti rasa takut, kekhawatiran, dan kebencian; emosi yang ditimbulkan oleh sesuatu yang menakutkan atau mengejutkan.
Martial Arts
Sesuai dengan namanya, karya apapun yang berhubungan dengan seni bela diri.
Mature
Karya yang mungkin terlalu ekstrem untuk orang di bawah umur 17. Judul-judul yang masuk ke dalam kategori ini bisa berisi kekerasan intens, darah, konten seksual, dan bahasa-bahasa kasar.
Mystery
Biasanya peristiwa yang tidak bisa dijelaskan terjadi, dan karakter utamanya harus melakukan segala cara untuk mencari penyebabnya.
Romance
Karya apapun yang berhubungan dengan cinta.
School Life
Karya yang latar belakang ceritanya berfokus pada kehidupan sekolah.
Sci-fi
Karya fiksi ilmiah.
Sports
Karya-karya yang berhubungan dengan kegiatan olahraga.
Supernatural
Karya-karya yang berisi kekuatan-kekuatan dan kejadian luar biasa yang tidak dapat dijelaskan, serta melanggar hukum fisika

Senin, 02 November 2015

Kesalahan dalam Pengukuran

Dalam proses pengukuran, ada tiga faktor yang terlibat, yaitu alat ukur, benda ukur dan orang yang melakukan pengukuran. Hasil pengukuran tidak mungkin mencapai kebenaran yang absolut karena keterbatasan dari bermacam faktor. Yang diperoleh dari pengukuran adanya hasil yang dianggap paling mendekati dengan harga geometris obyek ukur. Meskipun hasil pengukuran itu merupakan hasil yang dianggap benar, masih juga terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Masih ada faktor lain lagi yang juga sering menimbulkan penyimpangan pengukuran yaitu lingkungan. Lingkungan yang kurang tepat akan mengganggu jalannya proses pengukuran.

1. Kesalahan pengukuran karena alat ukur

Di postingan sebelumnya telah disinggung adanya bermacam-macam sifat alat ukur. Kalau sifat-sifat yang merugikan ini tidak diperhatikan tentu akan menimbulkan banyak kesalahan dalam pengukuran. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya penyimpangan pengukuran sampai seminimal mungkin maka alat ukur yang akan dipakai harus dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi ini diperlukan disamping untuk mengecek kebenaran skala ukurnya juga untuk menghindari sifat-sifat yang merugikan dari alat ukur, seperti kestabilan nol, kepasifan, pengambangan, dan sebagainya.

2. Kesalahan pengukuan karena benda ukur

Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti rol atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat dari bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya. Benda ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya bila ada beban atau tekanan dikenakan pada benda tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tidak hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat elastis maka penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya.

Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun tidak menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai penampang memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat besi, poros-poros yang relatif panjang dan sebagainya.
Batang-batang seperti ini bila diletakkan di atas dua tumpuan akan terjadi lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah 0.577 kali panjang batang dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang.

Kadang-kadang diperlukan juga penjepit untuk memegang benda ukur agar posisinya mudah untuk diukur. Pemasangan penjepit ini pun harus diperhatikan betul-betul agar pengaruhnya terhadap benda kerja tidak menimbulkan perubahan bentuk sehingga bisa menimbulkan penyimpangan pengukuran.

3. Kesalahan pengukuran karena faktor si pengukur

Bagaimanapun presisinya alat ukur yang digunakan tetapi masih juga didapatkan adanya penyimpangan pengukuran, walaupun
perubahan bentuk dari benda ukur sudah dihindari. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh faktor manusia yang melakukan pengukuran. Manusia memang mempunyai sifat-sifat tersendiri dan juga mempunyai keterbatasan. Sulit diperoleh hasil yang sama dari dua orang yang melakukan pengukuran walaupun kondisi alat ukur, benda ukur dan situasi pengukurannya dianggap sama. Kesalahan pengukuran dari faktor manusia ini dapat dibedakan antara lain sebagai berikut: kesalahan karena kondisi manusia, kesalahan karena metode yang digunakan, kesalahan karena pembacaan skala ukur yang digunakan.

  1. Kesalahan Karena Kondisi Manusia
    Kondisi badan yang kurang sehat dapat mempengaruhi proses pengukuran yang akibatnya hasil pengukuran juga kurang tepat. Contoh yang sederhana, misalnya pengukur diameter poros dengan jangka sorong. Bila kondisi badan kurang sehat, sewaktu mengukur mungkin
    badan sedikit gemetar, maka posisis alat ukur terhadap benda ukur sedikit mengalami perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu hasil pengukurannya juga ada penyimpangan. Atau mungkin juga penglihatan yang sudah kurang jelas walau pakai kaca mata sehingga hasil pembacaan skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang sehat memang diperlukan sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi untuk pengukuran dengan ketelitian tinggi.

  2. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan
    Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan pengukuran, tetapi masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini tentu disebabkan metode pengukuran yang kurang tepat. Kekurangtepatan metode yang digunakan ini berkaitan dengan cara memilih alat ukur dan cara menggunakan atau memegang alat ukur. Misalnya benda yang akan diukur diameter poros dengan ketelitian 0,1 milimeter. Alat ukur yang digunakan adalah mistar baja dengan ketelitian 0,1 milimeter. Tentu saja hasil pengukurannya tidak mendapatkan dimensi ukuran sampai 0,01 milimeter. Kesalahan ini timbul karena tidak tepatnya memilih alat ukur.
    Cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja juga akan mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran. Misalnya posisi ujung sensor jam ukur, posisi mistar baja, posisi kedua rahang ukur jangka sorong, posisi kedua ujung ukur dari mikrometer, dan sebagainya. Bila posisi alat ukur ini kurang diperhatikan letaknya oleh si pengukur maka tidak bisa dihindari terjadinya penyimpangan dalam pengukuran.

  3. Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur
    Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat ukur yang sedang digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Kebanyakan yang terjadi karena kesalahan posisi waktu membaca skala ukur. Kesalahan ini sering disebut, dengan istilah paralaks. Paralaks sering kali terjadi pada si pengukur yang kurang memperhatikan bagaimana seharusnya dia melihat skala ukur pada waktu alat ukur sedang digunakan. Di samping itu, si pengukur yang kurang memahami pembagian divisi dari skala ukur dan kurang mengerti membaca skala ukur yang ketelitiannya lebih kecil
    daripada yang biasanya digunakannya juga akan berpengaruh terhadap ketelitian hasil pengukurannya.

    Jadi, faktor manusia memang sangat menentukan sekali dalam proses pengukuran. Sebagai orang yang melakukan pengukuran harus menetukan alat ukur yang tepat sesuai dengan bentuk dan dimensi yang akan diukur. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang betul-betul dianggap presisi tidak hanya diperlukan asal bisa membaca skala ukur saja, tetapi juga diperlukan pengalaman dan ketrampilan dalam menggunakan alat ukur. Ada beberapa faktor yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan melakukan pengukuran yaitu:

    1. Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan memiliki ketrampilan atau pengalaman dalam praktik-praktik pengukuran.
    2. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam pengukuran dan sekaligus tahu bagaimana cara mengatasinya.
    3. Memiliki kemampuan dalam persoalan pengukuran yang meliputi bagaimana menggunakannya, bagaimana, mengalibrasi dan bagaimana memeliharanya.

4. Kesalahan karena faktor lingkungan

Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya yang digunakan untuk pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi letak peralatan ukurnya. Ruang pengukuran yang banyak debu atau kotoran lainnya sudah tentu dapat menganggu jalannya proses pengukuran. Disamping si pengukur sendiri merasa tidak nyaman juga peralatan ukur
bisa tidak normal bekerjanya karena ada debu atau kotoran yang menempel pada muka sensor mekanis dan benda kerja yang kadang-kadang tidak terkontrol oleh si pengukur. Ruang pengukuran juga harus terang, karena ruang yang kurang terang atau remang-remang dapat mengganggu dalam membaca skala ukur yang hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran.
Akan tetapi, untuk penerangan ini ruang pengukuran sebaiknya tidak banyak diberi lampu penerangan. Sebeb terlalu banyak lampu yang digunakan tentu sedikit banyak akan mengakibatkan suhu ruangan menjadi lebih panas. Padahal, menurut standar internasional bahwa suhu atau temperatur ruangan pengukur yang terbaik adalah 20°C apabila temperatur ruangan pengukur sudah mencapai 20°C, lalu ditambah lampu-lampu penerang yang terlalu banyak, maka temperatur ruangan akan berubah. Seperti kita ketahui bahwa benda padat akan berubah dimensi ukurannya bila terjadi perubahan panas. Oleh karena itu, pengaruh dari temperatur lingkungan tempat pengukuran harus diperhatikan.


Kesalahan dalam pengukuran dapat juga digolongkan menjadi kesalahan umum, kesalahan sistematis, kesalahan acak dan kesalahan serius. Berikut akan kita bahas macam-macam kesalahan tersebut.

a. Kesalahan Umum

Kesalahan yang dilakukan oleh seseorang ketika mengukur termasuk dalam kesalahan umum. Kesalahan umum yaitu kesalahan yang disebabkan oleh pengamat. Kesalahan ini dapat disebabkan karena pengamat kurang terampil dalam menggunakan instrumen, posisi mata saat membaca skala yang tidak benar, dan kekeliruan dalam membaca skala.

b. Kesalahan Sistematis

Kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan alat ukur atau instrumen disebut kesalahan sistematis. Kesalahan sistematis menyebabkan semua hasil data salah dengan suatu kemiripan.  Kesalahan sistematis dapat terjadi karena:
  1. Kesalahan titik nol yang telah bergeser dari titik yang sebenarnya.
  2. Kesalahan kalibrasi yaitu kesalahan yang terjadi akibat adanya penyesuaian pembubuhan nilai pada garis skala saat pembuatan alat.
  3. Kesalahan alat lainnya. Misalnya, melemahnya pegas yang digunakan pada neraca pegas sehingga dapat memengaruhi gerak jarum penunjuk.
Hal ini dapat diatasi dengan:
  1. Standardisasi prosedur 
  2. Standardisasi bahan 
  3. Kalibrasi instrumen

c. Kesalahan Acak

Selain kesalahan pengamat dan alat ukur, kondisi lingkungan yang tidak menentu bisa menyebabkan kesalahan pengukuran. Kesalahan pengukuran yang disebabkan oleh kondisi lingkungan disebut kesalahan acak. Misalnya, fluktuasi-fluktuasi kecil pada saat pengukuran e/m (perbandingan muatan dan massa elektron). Fluktuasi (naik turun) kecil ini bisa disebabkan oleh adanya gerak Brown molekul udara, fluktuasi tegangan baterai, dan kebisingan (noise) elektronik yang besifat acak dan sukar dikendalikan.

d. Kesalahan serius (Gross error

Tipe kesalahan ini sangat fatal, sehingga konsekuensinya pengukuran harus diulangi. Contoh dari kesalahan ini adalah kontaminasi reagen yang digunakan, peralatan yang  memang rusak total, sampel yang terbuang, dan  lain lain. Indikasi  dari kesalahan ini  cukup jelas dari gambaran data yang sangat menyimpang, data tidak dapat memberikan pola hasil yang jelas, tingkat mampu ulang yang sangat rendah dan lain lain.

Ketidakpastian Pengukuran

Kesalahan-kesalahan dalam pengukuran menyebabkan hasil pengukuran tidak bisa dipastikan sempurna. Dengan kata lain, terdapat suatu ketidakpastian dalam pengukuran. Hasil pengukuran harus dituliskan sebagai:

x = x0 + Δx 

Keterangan:
x = hasil pengamatan
x0 = pendekatan terhadap nilai benar.
Δx = nilai ketidakpastian.

Arti dari penulisan tersebut adalah hasil pengukuran (x) yang benar berada di antara x – Δx dan x + Δx. Penentuan x0 dan Δx tergantung pada pengukuran tunggal atau pengukuran ganda atau berulang.

a. Ketidakpastian dalam Pengukuran Tunggal
Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang hanya dilakukan satu kali saja. Dalam pengukuran tunggal, pengganti nilai benar (x0) adalah nilai pengukuran itu sendiri. Setiap alat ukur atau instrumen mempunyai skala yang berdekatan yang disebut skala terkecil. Nilai ketidakpastian (Δx) pada pengukuran tunggal diperhitungkan dari skala terkecil alat ukur yang dipakai. Nilai dari ketidakpastian pada pengukuran tunggal adalah setengah dari skala terkecil pada alat ukur.

Δx = ½ × skala terkecil

b. Ketidakpastian dalam Pengukuran Berulang
Terkadang pengukuran besaran tidak cukup jika hanya dilakukan satu kali. Ada kalanya kita mengukur besaran secara berulang-ulang. Ini dilakukan untuk mendapatkan nilai terbaik dari pengukuran tersebut. Pengukuran berulang adalah pengukuran yang dilakukan beberapa kali atau berulang-ulang. Dalam pengukuran berulang, pengganti nilai benar adalah nilai rata-rata dari hasil pengukuran. Jika suatu besaran fisis diukur sebanyak N kali, maka nilai rata-rata dari pengukuran tersebut dicari dengan rumus sebagai berikut.

x = Σxi/N
Keterangan:
x = nilai rata-rata
Σxi = jumlah keseluruhan hasil pengukuran
N = jumlah pengukuran

Nilai ketidakpastian dalam pengukuran berulang dinyatakan sebagai simpangan baku, yang dapat dicari dengan rumus:

s = N-1(√(nΣxi2) – (Σxi)2) (N-1)-1
Keterangan:
s = simpangan baku.

Dengan adannya ketidakpastian dalam pengukuran , maka tingkat ketelitian hasil pengukuran dapat diligat dari ketidakpastian relatif diperoleh dari hasil bagi antara nilai ketidakpastian (∆x) dengan nilai benar dikalikan dengan rumus 100%.

Ketidakpastian relatif =[ (∆x)/x] . 100%

Ketidakpastian relatif dapat digunakan untuk mengetahui tingkat ketelitian pengukuran. Semakin kecil nilai ketidakpastian relatif makin tinggi ketelitian pengukuran.

Sumber : http://ridhoafri.blogspot.co.id